Film ini mencoba menawarkan sisi lain
drama dengan membuka cerita lewat ilustrasi kartun. Untuk anak-anak,
pembuka film ini cukup menarik. Mamak Lainuri (Henidar Amroe)
menceritakan dongeng tentang awal mula manusia tidak bersahabat dengan
harimau hingga membuat keduanya sampai saat ini saling membunuh kepada
empat anaknya.
Tiba-tiba datang sesosok wanita dengan tubuh bungkuk, berambut gimbal, berkulit hitam dan berparas buruk rupa. Laisa (Nirina Zubir) tiba-tiba datang membawa rotan untuk menyuruh ke empat adiknya sholat subuh.
Kedatangan Laisa kontan membuat Wibisana (Frans Nicholas) dan Ikanuri (Adam Zidni) gelagapan. Mereka berdua adalah adik Laisa yang paling nakal. Sedangkan Dalimunte (Nino Fernandes) tetap tinggal karena sudah menyelesaikan wudhunya. adik terkecilnya, Yashinta (Nadine Chandrawinata) malah asik merebahkan tubuhnya di pangkuan Mamak Lainuri.
Itulah
perkenalan singkat tentang tokoh-tokoh utama yang ada dalam film ini.
Kisah dalam film ini nantinya bakal menyorot kakak beradik tersebut.
Kehadiran
kakak beradik ini ternyata dari hari ke hari berhasil mengubah
kehidupan warganya. Mulai dari membuat kincir air, pembangkit listrik,
sampai menanam strawberry di perkebuna. Semua itu berkat Laisa, yang
selalu bisa meyakinkan warga untuk memulai hal baru.
Kehidupan
anak-anak berakhir, Laisa dan adik-adiknya beranjak dewasa. Sebagai
sulung, Laisa terlalu mendahulukan semua kepentingan adiknya
sampai-sampai mengabaikan dirinya sendiri. Hari-hari berlalu hingga
timbul pertanyaan dalam diri Laisa, kapan ia bisa bertemu jodoh yang
bakal mengerti dirinya.
Sony Gaokasak mengadaptasi novel karangan Tere Liye dengan perlakuan yang sama dengan film sebelumnya, HAFALAN SHOLAT DELISA. Banyak
kisah menarik di dalamnya, mulai dari romantika, cinta, kasih sayang
keluarga, pendidikan, pengorbanan sampai air mata. Semua dirangkum rapi
dalam film.
Sony
menggambarkan tokoh Laisa sebagai seorang kakak yang tegas bagi
adik-adiknya, serta orang yang sudah banyak berkorban demi keberhasilan
empat orang yang sangat disayanginya tanpa memikirkan kebahagiaannya
sendiri. Laisa ditonjolkan sisi tegarnya meski pada beberapa adegan
kunci, Laisa justru terlihat dibuat-buat ketegarannya.
Penonton
juga bisa dibuat tertawa lewat dialog yang dihadirkan seperti panggilan
Laisa terhadap kekasih Dalimunte, seharusnya namanya Cie Hui, namun
Laisa memanggilnya dengan Cihuy.
Salah satu keberanian Sony
adalah berani menyelipkan isu poligami dalam film ini. Ini layak
diacungi jempol mengingat ia juga memberi penyelesaian konflik dengan
cara yang elegan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar